Sunday, October 27, 2013

Aksi Nyata Komunitas Urban di Surabaya untuk Selamatkan Kawasan Pesisir

Siapa bilang masyarakat urban tidak bisa berkontribusi nyata dalam upaya penyelamatan Bumi? Menyambut momen Hari Sumpah Pemuda, WWF-Indonesia bersama para supporter akan mengadakan kegiatan “Fun Walk Supporter WWF-Indonesia” di kota Surabaya. Kegiatan berbasis aksi sosial ini akan dilaksanakan pada:

Hari/ Tanggal        : Minggu/ 27 Oktober 2013
Waktu                    : 06.30 WIB – selesai
Tempat                  : Taman Flora, Surabaya  

Sebagai rangkaian dari kegiatan Supporter Gathering “Do Better for Earth” di Surabaya dan diilhami dari semangat Hari Sumpah Pemuda, kegiatan ini akan diikuti 500 orang supporter WWF-Indonesia dari berbagai pelosok kota Surabaya dan sekitarnya, yang akan berjalan santai sejauh 500 m di taman kota yang memiliki luas sekitar 2,4 hektar.

Kegiatan ini akan diramaikan oleh Nugie (Musisi/Supporter Kehormatan WWF-Indonesia), yang akan berbagi cerita mengenai gaya hidup hijau yang merupakan perilaku sehari-hari masyarakat urban yang ramah lingkungan. Selain itu, Panda Mobile WWF-Indonesia juga akan hadir di kegiatan ini dengan berbagai macam permainan yang menyiratkan pesan edukasi lingkungan.

Dalam kegiatan jalan santai ini juga akan disosialisasikan gerakan “Hijaukan Pesisir Surabaya”, yang menggalang aksi nyata penanaman mangrove di Teluk Lamong, Surabaya, melalui Program MyBabyMangrove.

 “Para supporter dan masyarakat umum yang hadir di Taman Flora dapat langsung ikut berkontribusi dengan mengadopsi mangrove yang akan ditanam di Teluk Lamong,” ujar Devy Suradji, Direktur Marketing WWF-Indonesia. Setiap pohon mangrove yang diadopsi akan diberikan geotag sehingga donator dapat memantau perkembangannya melalui aplikasi Google Map. “Ini menjadi sebuah aksi nyata masyarakat urban dalam upaya penyelamatan kawasan pesisir yang notabene merupakan garda terdepan perbaikan ekologi, pencegahan terhadap abrasi dan intrusi air laut, penyedia habitat satwa, serta merupakan potensi daya dukung perikanan yang berkelanjutan”, lanjut Devy.

Semua kegiatan ini adalah bentuk perwujudan kampanye Earth Hour “Ini Aksiku Mana Aksimu”, dan sebagai langkah awal aksi publik untuk menyambut Earth Hour 2014.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Supporter Service WWF-Indonesia
Email: supporter-service@wwf.or.id, Tel: +6221-5761076 (di jam dan hari kerja)

sumber: Aksi Nyata

Saturday, October 26, 2013

Indonesia Menjadi Anggota Komisi Perikanan Wilayah Pasifik Barat dan Tengah

Jakarta (24/10) – WWF Indonesia mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia, yang difasilitasi oleh Direktorat Sumberdaya Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, yang menjadi anggota Komisi Perikanan Wilayah Pasifik Barat dan Tengah (Western and Central Pacific Fisheries Commission/WCPFC). Dengan keanggotaan ini, Indonesia telah tercatat menjadi anggota dari tiga Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional yang melingkupi perairan Indonesia, yaitu Indian Ocean Tuna Commission, Commission on Conservation of Southern Bluefin Tuna dan Western and Central Pacific Fisheries Commission.
Dr. Gellwyn Yusuf, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia mengatakan, “Dengan menjadi anggota WCPFC, Indonesia memiliki posisi tawar yang lebih baik dalam pengelolaan dan pemanfaatan perikanan tuna untuk perekonomian Indonesia. Namun disisi lain, ini juga merupakan tantangan bagi Indonesia untuk terus meningkatkan kapasitas dan tata kelola dalam pengelolaan perikanan”. Menurutnya, status Indonesia sebagai anggota WCPFC sangat penting, mengingat kawasan perairan Indonesia merupakan lokasi kaya nutrien dan menjadi tujuan migrasi tuna mencari makanan dan bereproduksi.

Di Indonesia, perikanan tuna merupakan produk perikanan kedua terbesar setelah udang dengan ekspor yang dijual dalam bentuk kaleng, segar dan beku ke negara Jepang, Taiwan, Singapura, Philippina, Jordania, Mesir, Amerika Serikat dan Uni Eropa.

"Sebetulnya Indonesia selama ini sudah terlibat aktif dalam kegiatan di WCPFC, dengan menjadi anggota, akan semakin memperkuat keterlibatan dan kontribusi Indonesia dalam pengelolaan perikanan tuna di tingkat regional", kata Executive Director WCPFC, Profesor Glenn Hurry.

Masuknya Indonesia dalam keanggotaan WCPFC dilakukan dalam pertemuan Dissemination Of Indonesia Membership Status in WCPFC yang diselenggarakan di Jakarta 22-24 Oktober 2013. Acara ini diikuti oleh ±50 peserta yang terdiri dari para pihak terkait pengelolaan dan pemanfaatan perikanan tuna di Indonesia yaitu diantaranya Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Luar Negeri, Badan Koordinasi Keamanan Laut, Asosiasi Tuna Indonesia, Asosiasi Tuna Longline Indonesia, Food and Agriculture Organization (FAO), WCPFC dan WWF Indonesia.

Dr Toni Ruchimat, Direktur Sumberdaya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia mengatakan bahwa “Indonesia memahami pentingnya pengelolaan perikanan tuna untuk memastikan keberlanjutan stoknya. Oleh karena itu, kami telah menyiapkan rencana pengelolaan perikanan tuna yang sesuai dengan resolusi dan indikator pengelolaan dari tiga organisasi pengelolaan di tingkat regional.”

Rencana pengelolaan perikanan tuna yang dibangun ini akan digunakan sebagai payung rencana pemanfaatan, penelitian dan kerjasama. “Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna ini harus didukung oleh semua pihak,” lanjut Toni. Peran serta negara dan kerjasama dengan semua lembaga yang bekerja di perikanan tuna ini menjadi sangat penting, mengingat spesies ini bermigrasi dan dimanfaatkan tidak hanya di kawasan Indonesia, tetapi juga di kawasan Pasifik Barat.

"WWF berkomitmen untuk mendukung kegiatan penelitian dan pengelolaan perikanan tuna di Indonesia melalui kerjasama dengan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan,” sambung Wawan Ridwan, Direktur Coral Triangle, WWF-Indonesia. Dukungan di tingkat nasional ini untuk melengkapi inisiatif yang dilakukan oleh WWF dan FAO di tingkat internasional melalui pengelolaan sumberdaya dan konservasi keanekaragaman hayati pada perikanan tuna yang efisien dan berkelanjutan di kawasan diluar yurisdiksi nasional (Global Environment Facility melalui program Areas Beyond National Jurisdiction/GEF-ABNJ).

Pengelolaan perikanan tuna ini penting untuk memastikan keberlanjutan sumberdaya alam dari sektor kelautan. Lembaga independen yang terdiri dari ilmuwan, lembaga non pemerintah dan industri perikanan tuna, International Sustainable Seafood Foundation (ISSF), menyebutkan bahwa stok tuna di kawasan pasifik barat yang dikelola oleh WCPFC berada dalam kondisi tangkap lebih untuk tuna mata besar (Big Eye Tuna), tangkap penuh untuk tuna sirip kuning (Yellowfin Tuna) dan pemanfaatan sedang untuk cakalang (Skipjack Tuna).

Dengan menjadi anggota komisi perikanan di WCPFC, Indonesia juga akan menerima dukungan informasi ilmiah untuk pengelolaan perikanan yang lebih baik.


Untuk informasi lebih lanjut silakan menghubungi:

Imam Musthofa, Fisheries Manager, WWF Indonesia
Email: imusthofa@wwf.or.id, Hp: +628123853921

Wawan Ridwan, Director Coral Triangle Program, WWF Indonesia
Email: wridwan@wwf.or.id, Hp: +62 87770164365

Dewi Satriani, Communication Manager Marine & Marine Species Program, WWF Indonesia
Email: dsatriani@wwf.or.id, Hp: +62811910970

http://www.wwf.or.id/?29763/Indonesia-Menjadi-Anggota-Komisi-Perikanan--Wilayah-Pasifik-Barat-dan-Tengah

Thursday, October 17, 2013

Tulisan Hijau

TEKNOLOGI ALTERNATIF PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK
SEBAGAI KOMPOSIT SERBUK PLASTIK DAUR ULANG

PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi, khususnya di bidang papan komposit, telah menghasilkan produk komposit yang merupakan gabungan antara serbuk kayu dengan plastik daur ulang. Teknologi ini berkembang pada awal 1990-an di Jepang dan Amerika Serikat. Dengan teknologi ini dimungkinkan pemanfaatan serbuk kayu dan plastik daur ulang secara maksimal, dengan demikian akan menekan jumlah limbah yang dihasilkan. Di Indonesia penelitian tentang produk ini sangat terbatas, padahal bahan baku limbah potensinya sangat besar. Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya komversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain melalui konsep the whole tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.
Limbah kayu berupa potongan log maupun sebetan telah dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan baku papan partikel. Adapun limbah berupa serbuk gergaji pemanfaatannya masih belum optimal. Untuk industri besar dan terpadu, limbah serbuk kayu gergajian sudah dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual secara komersial. Namun untuk industri penggergajian kayu skala industri kecil yang jumlahnya mencapai ribuan unit dan tersebar di pedesaan, limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal. (Pari, 2002).
Pada industri pengolahan kayu sebagian limbah serbuk kayu biasanya digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja tanpa penggunaan yang berarti, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Febrianto,1999). Dalam rangka efisiensi penggunaan kayu perlu diupayakan pemanfaatan serbuk kayu menjadi produk yang lebih bermanfaat.
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic. Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastic terus meningkat. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan.. (YBP, 1986).
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang. Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001).

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK SEBAGAI KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG
Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya. Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999).
Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan produk ini antara lain : biaya produksi lebih murah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih bersifat biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, serta bersifat dapat didaur ulang. Beberapa contoh penggunaan produk ini antara lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api, pesawat terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan (jendela, pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999)
Serbuk kayu sebagai Filler
Filler ditambahkan ke dalam matriks dengan tujuan meningkatkan sifat-sifat mekanis plastik melalui penyebaran tekanan yang efektif di antara serat dan matriks (Han, 1990). Selain itu penambahan filler akan mengurangi biaya disamping memperbaiki beberapa sifat produknya. Bahan-bahan inorganik seperti kalsium karbonat, talc, mika, dan fiberglass merupakan bahan yang paling banyak digunakan sebagai filler dalam industri plastik. Penambahan kalsium karbonat, mika dan talc dapat meningkatkan kekuatan plastik, tetapi berat produk yang dihasilkan juga meningkat sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih tinggi. Selain itu, kalsium karbonat dan talc bersifat abrasif terhadap peralatan yang digunakan, sehingga memperpendek umur pemakaian.. Di Indonesia potensi kayu sebagai filler sangat besar, terutama limbah serbuk kayu yang pemanfaatannya masih belum optimal.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu sebagai filler dalam pembuatan komposit kayu plastik adalah jenis kayu, ukuran serbuk serta nisbah antara serbuk kayu dan plastik. Karenanya kayu bersifat hidrofilik, kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis. Sifat-sifat tersebut menyebabkan kayu kurang sesuai bila digabungkan dengan plastik, karena itu dalam pembuatan komposit kayu-plastik diperlukan bantuan coupling agent (Febrianto,1999).
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks
Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986). Proses Pembuatan
Pada dasarnya pembuatan komposit serbuk kayu plastik daur ulang tidak berbeda dengan komposit dengan matriks plastik murni. Komposit ini dapat dibuat melalui proses satu tahap, proses dua tahap, maupun proses kontinyu. Pada proses satu tahap, semua bahan baku dicampur terlebih dahulu secara manual kemudian dimasukkan ke dalam alat pengadon dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap bahan baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi dicampur secara bersamaan di dalam kneader dan dibentuk menjadi komposit. Kombinasi dari tahap-tahap ini dikenal dengan proses kontinyu.
Pada proses ini bahan baku dimasukkan secara bertahap dan berurutan di dalam kneader kemudian diproses sampai menjadi produk komposit (Han dan Shiraishi, 1990). Umumnya proses dua tahap menghasilkan produk yang lebih baik dari proses satu tahap, namun proses satu tahap memerlukan waktu yang lebih singkat.
Penyiapan filler
Pada prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan serbuk kayu atau tepung kayu dengan ukuran dan kadar air yang seragam. Makin halus serbuk semakin besar kontak permukaan antara filler dengan matriknya, sehingga produk menjadi lebih homogen. Akan tetapi, bila ditinjau dari segi dekoratif, komposit dengan ukuran serbuk yang lebih besar akan menghasilkan penampakkan yang lebih baik karena sebaran serbuk kayunya memberikan nilai tersendiri.
Penyiapan Plastik Daur Ulang
Limbah plastik dikelompokkan sesuai dengan jenis plastiknya polipropilena (PP), polietilena (PE), dan sebagainya. Setelah dibersihkan, limbah tersebut dicacah untuk memperkecil ukuran, selanjutnya dipanaskan sampai titik lelehnya, kemudian diproses hingga berbentuk pellet. Sebelum digunakan sebagai matriks komposit dilakukan analis termal diferensial (DTA). Pada proses dua tahap, pellet tersebut diblending terlebih dahulu dengan coupling agent sehingga berfungsi sebagai compatibilizer dalam pembuatan komposit. Blending (Pengadonan)
Tahap-tahap dalam pengadonan ini disesuaikan dengan proses yang digunakan, satu tahap, dua tahap, atau kontinyu. Menurut Han (1990) kondisi pengadonan yang paling berpengaruh dalam pembuatan komposit adalah suhu, laju rotasi, dan waktu pengadonan.Pembentukan komposit
Setelah proses pencampuran selesai, sampel langsung dikeluarkan untuk dibentuk menjadi lembaran dengan kempa panas. Pengempaan dilakukan selama 2,5 – 3 menit dengan tekanan sebesar 100 kgf/cm2 selama 30 detik pada suhu 170ºC – 190ºC. Setelah dilakukan pengempaan dingin pada tekanan yang sama selama 30 detik, lembaran kemudian didinginkan pada suhu kamar.
Pengujian Komposit
Pengujian komposit dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu. Jenis pengujian disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya meliputi pengujian fterhadap sifat fisis, mekanis, serta thermal komposit.
Komposit yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai bila serbuk kayu terdistribusi dengan baik di dalam matriks. Dalam kenyataannya, afinitas antara serbuk kayu dengan plastic sangat rendah karena kayu bersifat hidrofilik sedangkan plastik bersifat hidrofobik. Akibatnya komposit yang terbentuk memiliki sifat-sifat pengaliran dan moldability yang rendah dan pada gilirannya dapat menurunkan kekuatan bahan (Han, 1990).
Berbagai Penelitian
Penelitian-penelitian yang telah dan sedang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan komposit kayu plastik dengan sifat-sifat yang terbaik. Han (1990), meneliti faktor- faktor yang berperan penting dalam pembuatan komposit serbuk kayu plastik, yaitu tipe dan bentuk bahan baku, jenis kayu, nisbah filler dengan matriks, jenis dan kadar compatibilizer, serta kondisi pada saat pengadonan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai batas tertentu terjadi peningkatan kekuatan komposit dengan makin kecil ukuran serbuk yang digunakan, demikian juga tipe, nisbah serbuk kayu dan plastik, kadar air serta jenis kayu berpengaruh nyata terhadap sifat-sifat komposit yang dihasilkan. Penambahan compatibilizer sampai batas tertentu berpengaruh baik terhadap kekuatan komposit.
Mengenai komposit kayu plastik sebagian besar masih menggunakan plastik murni sebagai matriks dapat menggunakan matriks daur ulang, dengan menggunakan polipropilena daur ulang. Dalam berbagai penelitian dirangkum sebagai berikut : meneliti pengaruh ukuran nisbah serbuk kayu dengan matriks, serta kadar compatibilizer terhadap sifat fisis dan mekanis komposit kayu polipropilena daur ulang. Berbagai penelitian menunjukkan pola yang sama dengan komposit yang menggunakan polipropilena murni, yaitu sifat–sifat komposit meningkat dengan makin halusnya ukuran partikel. Nisbah serbuk kayu dengan matriks sebesar 50:50 dengan penambahan MAH 2,5% sebagai compatibilizer disertai dengan penambahan inisiator menghasilkan kekuatan komposit yang optimal, disamping sifat-sifat fisis yang memadai.
PENUTUP
Pembuatan produk komposit serbuk kayu dan plastik daur ulang merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah kayu dan plastik, dalam rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik serta menghasilkan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Pengembangan produk ini di masa datang diharapkan akan memberikan dampak positif, bukan hanya terbatas pada pengembangan industri dan penghematan devisa, tetapi juga memperbaiki kualitas lingkungan hidup.

DAFTAR PUSTAKA
- Febrianto F. 1999. Preparation And Properties Enhancement Of Moldable Wood
- Biodegradable Polymer Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University, Doctoral Dissertation.Division of Forestry and Bio-material Science. Faculty of Agriculture.
- Febrianto F, Y.S. Hadi, dan M. Karina. 2001. Teknologi produksi recycle komposit bemutu tinggi dari limbah kayu dan plastik : Sifat-sifat papan partikel pada berbagai nisbah campuran serbuk dan plastik polipropilene daur ulang dan ukuran serbuk. Laporan Akhir Hibah Bersaing IX/1. direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
- Han GS. 1990. Preparation and Physical Properties Of Moldable Wood Plastic Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University. Departement Of Wood Science and Technology, Faculty of Agriculture.
- Hartono ACK. 1998. Daur Ulang Limbah Plastik dalam Pancaroba : Diplomasi Ekonomi dan Pendidikan. Dana Mitra Lingkungan. Jakarta
- Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman, Inc.
- Pari G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. Makalah M.K. Falsafah Sains. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
- Sasse HR, Lehmkamper O, Kwasny-Echterhagen R. 1995. Polymer granulates for masonry mortars and outdoor plaster. Di dalam: Ohama Y, editor. Disposal and Recycling of Organic and Polymeric Construction Materials. Proceeding of the International RILEM . hlm 75-85.
- Syahfitrie, C. 2001. Analisis Aspek Sosial Ekonomi Pemanfaatan Limbah Plastik. [Thesis] - [YBP] Yayasan Bina Pembangunan. 1986. Barometer Bisnis Plastik Indonesia. Jakarta

sumber : Tulisan Hijau