Sunday, December 1, 2013

Mengubah Sampah Menjadi Bio-Plastik

Tim peneliti yang beranggotakan mahasiswa 
dari Imperial College London berhasil menciptakan bio-plastik dari tumpukan sampah dengan bantuan bakteri.
Teknologi ini tercipta dengan menggunakan bakteri yang sudah dikondisikan sehingga mampu mengubah sampah menjadi bio-plastik atau plastik yang bisa didaur ulang.
Tim peneliti menyatakan, plastik ini bisa dipakai untuk memroduksi alat-alat kesehatan yang dipakai di rumah sakit. Mereka juga berhasil mengembangkan metode penguraian bio-plastik sehingga bisa dibuang dengan aman ketika sudah tidak diperlukan.
Tim peneliti mengembangkan teknologi mereka dari bakteri yang aman dan ragi serta mendesain ulang DNA mereka agar bisa menjalankan fungsinya mengubah sampah menjadi bio-plastik.
Mereka merancang ulang kode genetis bakteri E.coli yang menjadi alat utama mengubah limbah di tempat pembuangan sampah akhir menjadi bio-plastik.
Selama ini, tanaman menjadi bahan utama dalam pembuatan bio-plastik sehingga berpotensi memicu alih guna lahan untuk pertanian. Tim peneliti menyatakan bahwa proses ini bisa dikembangkan dalam skala industri dan berpotensi meningkatkan produktivitas pertanian.
Atas penemuan ini, tim peneliti mendapatkan penghargaan dari kompetisi International Genetically Engineered Machine (iGEM), sebagai penelitian terbaik mengalahkan 200 tim dari seluruh dunia.

Redaksi Hijauku.com

Wednesday, November 13, 2013

Laporan Palm Oil Buyers Scorecard 2013: Pembeli Minyak Sawit Perlu Lebih Dukung Produksi yang Lestari

Untuk pertama kalinya, laporan penilaian (scorecard) yang dirilis WWF memasukkan perusahaan dari Amerika bersama perusahaan Eropa, Australia dan Asia ke dalam penilaoan global, yang berisi gambaran bagaimana pembeli minyak sawit dapat mendukung kelestarian. Laporan penilaian yang berjudul “Palm Oil Buyers Scorecard 2013” ini dirilis saat pembukaan konferensi tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) ke-11 di Medan (12/11).

Walaupun kemajuan telah terjadi pada banyak perusahaan, harus diakui bahwa suplai terhadap kelapa sawit yang bersetifikat lestari masih tidak sebanding dengan penawaran yang ada. Dalam laporan penilaian tersebut, dapat dilihat perusahaan mana saja yang tidak mengambil langkah bijak untuk mengatasi hal tersebut.  Padahal, perusahaan-perusahaan tersebut harus memenuhi jadwal pencapaian target 100% suplai kelapa sawit berkelanjutan pada tahun 2015.

Laporan “Palm Oil Buyers Scorecard 2013” menyebutkan bahwa hanya 9 dari 130 perusahaan — Ecover, Ferrero Trading, Henkel, REWE Group, Hershey, IKEA, Reckitt Benckiser, Unilever and United Biscuits — yang melaporkan kebijakan mereka untuk mengatasi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sawit yang mereka gunakan. Lebih lanjut, 49 perusahaan lainnya sudah memulai langkah untuk mengharuskan suplier mereka untuk menerapkan peraturan emisi yang ditetapkan RSPO.

Laporan ini juga mengurutkan 78 produsen dari produk yang mengandung kelapa sawit dan 52 perusahaan ritel berdasarkan keanggotaan RSPO dan kepatuhan mereka dalam pelaporan, pencapaian target dan tindakan yang dilakukan untuk menggunakan 100% sawit yang berkelanjutan, serta kebijakan dan rencana untuk membatasi emisi gas rumah kaca dari produksi mereka. Selain itu, lebih dari 2/3 produsen dan pengusaha ritel yang dinilai telah menyatakan komitmen mereka untuk menggunakan 100% sawit yang bersertifikat lestari pada 2015. Empat puluh lima dari 130 perusahaan yang dinilai sudah menggunakan 100% CSPO — sekitar 2 juta ton minyak sawit dalam setahun. Namun secara keseluruhan, 130 perusahaan tersebut menggunakan sekitar 7 juta ton kelapa sawit dalam setahun. Fakta ini menggambarkan masih jauhnya target komitmen tersebut dicapai.

Palm Oil Leader WWF-Internasional, Adam Harrison, mengatakan, “Ini adalah tahapan kritis bagi RSPO. Pembeli progresif kelapa sawit mulai meminta perkebunan untuk melakukan lebih dari standar RSPO untuk isu-isu seperti tidak membeli kelapa sawit dari sumber yang tidak diketahui asal-usulnya, meminimalisir penggunaan zat kimia berbahaya dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Perkebunan perlu dihargai atas upaya mereka—sayangnya banyak pembeli yang bahkan tidak membeli kelapa sawit yang bersertifikat RSPO.”

“WWF berharap banyak perusahaan menggunakan data dari RSPO untuk mulai membeli dari anggota RSPO yang memiliki kinerja baik. Namun yang pertama yang perlu mereka lakukan adalah membeli pasokan CSPO yang saat ini tersedia di pasaran”, lanjut Adam.

Sebagai langkah awal, WWF percaya sertifikat “Book&Claim” adalah langkah untuk mengirimkan sinyal pasar dalam mendukung produksi berkelanjutan, sehingga skala ekonomi yang dicapai dapat membantu seluruh industri untuk mengarap rantai pasok minyak sawit yang awal produksinya terpisah dari yang tidak sertifikasi (tersegregasi/ segregated). Hanya saja, WWF berharap adanya proses yang lebih cepat dari perusahaan-perusahaan untuk menggunakan CSPO yang tersegregasi. Perusahaan yang menjadi contoh baik praktik ini adalah Heinz dan United Biscuits, perusahaan kimia Iwata, Ferrero Trading yang memproduksi Nutella, dan perusahaan ritel Waitrose.

Informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Carrie Svingen, WWF-Internasional
Email: csvingen@wwf.panda.org, Hp: +49 151 188 54 833

sumber: WWF News

Friday, November 8, 2013

Kurangi Dampak Lingkungan

RAMAH PADA LINGKUNGAN

Bahkan aktivitas paling sederhana yang dilakukan setiap hari, dapat membantu memulihkan planet kita yang kian rusak ini. Jangan tunda lagi, mari lakukan sekarang.
Kelangsungan hidup berbagai mahluk hidup di muka bumi kian terancam. Sudah saatnya setiap orang ikut menangani dengan cara masing-masing dan sesegera mungkin. Pastikan semua menggunakan solusi dan teknologi yang ramah lingkungan!

Hemat energi
  • Matikan semua alat elektronik saat tidak digunakan. Kerlip merah penanda standby menunjukkan alat tersebut masih menggunakan listrik. Artinya Anda terus berkontribusi pada pemanasan global.
  • Pilihlah perlengkapan elektronik serta lampu yang hemat energi
  • Saat matahari bersinar hindari penggunaan mesin pengering, jemur dan biarkan pakaian kering secara alami.
Hemat air
  • Matikan keran saat sedang menggosok gigi
  • Gunakan air bekas cucian sayuran dan buah untuk menyiram tanaman
  • Segera perbaiki keran yang bocor - keran bocor menumpahkan air bersih hingga 13 liter air per hari
  • Jika mungkin mandilah dengan menggunakan shower. Mandi berendam merupakan cara yang paling boros air.
Hemat kayu dan kertas
  • Selalu gunakan kertas di kedua sisinya
  • Gunakan kembali amplop bekas
Kurangi, pakai lagi dan daur ulang (Reduce, Reuse and Recycle)
  • Bantulah mengurangi tumpukan sampah dunia
  • Jangan gunakan produk 'sekali pakai' seperti piring dan sendok kertas atau pisau, garpu dan cangkir plastik
  • Gunakan baterai isi ulang
  • Pilih kalkulator bertenaga surya

You are what you eat?

Sushi dan Sashimi adalah makanan khas Jepang yang sebenarnya sudah dikonsumsi sejak lama namun sempat menjadi trend beberapa waktu lalu, khususnya di kalangan anak muda. Sushi dan Sashimi umumnya berbahan dasar ikan seperti tuna, salmon, dan unagi. Dibalik kelezatannya, tanpa kita sadari, ketiga ikan yang biasa digunakan dalam pembuatan Sushi maupun Sashimi tersebut sedang terancam keberadaannya.

Tuna
Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari family Scombridae, terutama genus Thunnus. Tidak seperti kebanyakan ikan yang memiliki daging berwarna putih, daging tuna berwarna merah muda sampai merah tua karena lebih banyak mengandung myglobin daripada ikan lain. Karena tubuhnya yang besar, tuna memiliki nilai komersial yang tinggi, salah  satunya ikan tuna bersirip biru.

Atlantic Bluefin Tuna (Thunnus thynnus) atau Ikan tuna bersirip biru memiliki tubuh ramping  berbentuk torpedo, yang dirancang untuk kecepatan dan daya tahan. Namun sayangnya daging spesies tuna sirip biru ini dianggap sebagai surpasssingly lezat, khususnya di kalangan konsumen sashimi. Pada 1970-an permintaan dan harga untuk tuna sirip biru ukuran besar melonjak di seluruh dunia, terutama di Jepang. Pemerintah Australia pada tahun 2006 menuduh Jepang telah overfishing dan illegal dalam menangkap tuna sebesar 12–20 ribu ton pertahun, jauh di atas kuota yang disepakati sebesar 6 ribu ton pertahun. Kelebihan penangkapan tersebut diduga telah merusak stok tuna sirip biru. Selain itu, penebangan hutan di seluruh wilayah penyebaran tuna telah mendorong jumlah mereka ke tingkat kritis rendah.

Antara 1940 dan pertengahan 1960an, tangkapan perikanan dunia terhadap lima spesies tuna terpenting telah meningkat dari angka sekitar 300 ribu menjadi sekitar sejuta ton pertahun, kebanyakan di antaranya dengan alat pancing. Namun seiring perkembangan teknologi, alat tangkap pukat cincin dalam beberapa tahun terakhir menangkap hingga lebih dari 4 juta ton pertahun. Sekitar 68% dari angka tersebut berasal dari Samudra Pasifik, 22% dari Samudra Hindia dan sisanya dari Samudra Atlantik. Sekitar 62% produksi dunia ditangkap dengan menggunakan pukat cincin, 14% dengan menggunakan pancing rawai tuna (longline), 11% dengan pancing huhate (pole and line), selebihnya dengan alat lain-lain.

Salmon
Salmon adalah sejenis ikan laut dari family Salmonidae. Ikan lain yang satu family dengan salmon adalah ikan salmon. Salmon hidup di Samudra Atlantik dan Samudra Pasifik. Secara umum, salmon adalah spesies anadromous, yaitu spesies yang bermigrasi untuk berkembang biak. Salmon lahir di perairan air tawar, bermigrasi ke lautan, lalu kembali ke air tawar untuk bereproduksi. Terdapat suatu kepercayaan bahwa salmon selalu kembali ke tempat yang sama dimana ia berkembang biak.

Salmon dikonsumsi karena berbagai manfaat yang dikandungnya tetapi tanpa kita sadari ternyata populasi ikan salmon menurun drastis dekade ini. Dalam perkembangannya, ikan salmon menghadapi banyak ancaman, terutama salmon Atlantik yang berkembang biak di Eropa Barat dan Timur Kanada.
Penurunan jumlah ikan salmon disebabkan oleh parasit yang tersebar dari peternakan salmon dengan jarring terbuka. Faktor lainnya adalah penangkapan ikan salmon secara besar-besaran dan berlebihan untuk memenuhi permintaan pasar dunia.

Proses penghangatan lautan dan sungai juga berkontribusi menghambat perkembangbiakan salmon. Menurut penelitian, ditemukan hanya 27 ekor salmon yang kembali ke sungai dan perairan Maine pada tahun 2000. Hal lain yang menjadi pemicu adalah berkurangnya media untuk berkembang biak, seperti kerikil dan hilangnya habitat yang digunakan untuk berkembang biak karena degradasi arus air. Pembangunan bendungan di sungai juga menghalangi laju salmon menuju tempat berkembang biak. Dan yang paling memperhatikan adalah tercemarnya tempat berkembang biak salmon oleh limbah logam berat.

Freshwater Eel
Belut air tawar (Anguilla japonica) atau yang familiar disebut unagi dalam bahasa Jepang adalah bahan umum yang biasa digunakan dalam masakan Jepang. Unagi kaya akan manfaat seperti protein, vitamin A, dan kalsium.

Namun, dibalik kebaikannya, populasi unagi sedang terancam. Setelah mengetahui sekitar 70-90% tingkat penurunan unagi selama tiga generasi terakhir, pemerintah Jepang secara resmi mengklasifikasikam unagi ke dalam red list hewan yang terancam mengalami kepunahan. Jepang mendominasi  70% dari penangkapan unagi di seluruh dunia dan mengalami kesulitan mengembangbiakannya. Di Amerika Serikat, meskipun 90% dari belut air tawar yang dikonsumsi adalah hasil ternak, mereka tidak dikembangbiakan seperti yang seharusnya. Biasanya, belut muda diperoleh dari alam liar dan barulah diternak di berbagai tempat berbeda tapi hal ini menyebabkan populasi belut muda menurun karena biasanya belut muda diternak dalam net pen terbuka sehingga menyebabkan parasit, limbah produk, dan penyakit masuk ke dalam habitatnya secara mudah.

So, be a good consumer. Jadilah konsumen yang cerdas dengan memilih dan memilah.
(Informasi mengenai ikan-ikan lain yang terancam keberadaannya bisa dilihat di WWF sustainable seafood; consumer guides di www.wwf.or.id/seafoodguide)

sumber : WWF

Tuesday, November 5, 2013

Refleksi aksi lingkungan, mahasiswa Geografi UGM tawarkan solusi lewat platform Sedekah Hijau

“Kepedulian terhadap lingkungan dan aksi-aksi lingkungan merupakan sebuah tindakan kongkret yang harus diapresiasi. Aksi dan kampanye adalah bentuk-bentuk yang  menjadi kritik sosial kepada pemerintah dan lembaga terkait selaku pembuat kebijakan pengelolan lingkungan. Namun harus disadari aksi-aksi lingkungan tersebut juga tidak dapat secara langsung menyelesaikan problem lingkungan yang ada, dikarenakan permasalahan lingkungan merupakan fenomena yang berkelanjutan. Fenomena yang berkelanjutan tentunya harus ditanggapi dengan aksi yang juga harus berkelanjutan. Konsep untuk bergerak tersebut yang menjadi pekerjaan rumah yang besar"


 sumber: Sedekah Hijau 

Saturday, November 2, 2013

Rising Temperatures Challenge Salt Lake City's Water Supply

In an example of the challenges water-strapped Western cities will face in a warming world, new research shows that every degree Fahrenheit of warming in the Salt Lake City region could mean a 1.8 to 6.5 percent drop in the annual flow of streams that provide water to the city.
 Dell Creek in Parley's Canyon, is a source of water for Salt Lake City. A new study shows how climate change is likely to affect the various creeks and streams that help slake Salt Lake City's thirst.
(Credit: Patrick Nelson, Salt Lake City Department of Public Utilities)

By midcentury, warming Western temperatures may mean that some of the creeks and streams that help slake Salt Lake City's thirst will dry up several weeks earlier in the summer and fall, according to the new paper, published today in the journal Earth Interactions. The findings may help regional planners make choices about long-term investments, including water storage and even land-protection policies.
"Many Western water suppliers are aware that climate change will have impacts, but they don't have detailed information that can help them plan for the future," said lead author Tim Bardsley, with NOAA's Cooperative Institute for Research in Environmental Sciences (CIRES) at the University of Colorado Boulder. "Because our research team included hydrologists, climate scientists and water utility experts, we could dig into the issues that mattered most to the operators responsible for making sure clean water flows through taps and sprinklers without interruption."
Bardsley works for the CIRES Western Water Assessment, from the NOAA Colorado Basin River Forecast Center in Salt Lake City. For the new paper, he worked closely with colleagues from the city's water utility, the National Center for Atmospheric Research (NCAR), NOAA's Earth System Research Laboratory and the University of Utah.
The team relied on climate model projections of temperature and precipitation in the area, historical data analysis and a detailed understanding of the region from which the city utility obtains water. The study also used NOAA streamflow forecasting models that provide information for Salt Lake City's current water operations and management.
The picture that emerged was similar, in some ways, to previous research on the water in the Interior West: Warmer temperatures alone will cause more of the region's precipitation to fall as rain than snow, leading to earlier runoff and less water in creeks and streams in the late summer and fall.
"Many snow-dependent regions follow a consistent pattern in responding to warming, but it's important to drill down further to understand the sensitivity of watersheds that matter for individual water supply systems," said NCAR's Andy Wood, a co-author.
The specifics in the new analysis -- which creeks are likely to be impacted most and soonest, how water sources on the nearby western flank of the Wasatch Mountains and the more distant eastern flank will fare -- are critical to water managers with Salt Lake City.
"We are using the findings of this sensitivity analysis to better understand the range of impacts we might experience under climate change scenarios," said co-author Laura Briefer, water resources manager at the Salt Lake City Department of Public Utilities. "This is the kind of tool we need to help us adapt to a changing climate, anticipate future changes and make sound water-resource decisions."
"Water emanating from our local Wasatch Mountains is the lifeblood of the Salt Lake Valley, and is vulnerable to the projected changes in climate," said Salt Lake City Mayor Ralph Becker. "This study, along with other climate adaptation work Salt Lake City is doing, helps us plan to be a more resilient community in a time of climate change."
Among the details in the new assessment:
  • Temperatures are already rising in northern Utah, about 2 degrees Fahrenheit in the last century, and continue to climb. Summer temperatures have increased especially steeply and are expected to continue to do so. Increasing temperatures during the summer irrigation season may increase water demand.
  • Every increase in a degree Fahrenheit means an average decrease of 3.8 percent in annual water flow from watersheds used by Salt Lake City. This means less water available from Salt Lake City's watersheds in the future.
  • Lower-elevation streams are more sensitive to increasing temperatures, especially from May through September, and city water experts may need to rely on less-sensitive, higher-elevation sources in late summer, or more water storage.
  • Models tell an uncertain story about total future precipitation in the region, primarily because Utah is on the boundary of the Southwest (projected to dry) and the U.S. northern tier states (projected to get wetter).
  • Overall, models suggest increased winter flows, when water demand is lower, and decreased summer flows when water demand peaks.
  • Annual precipitation would need to increase by about 10 percent to counteract the stream-drying effect of a 5-degree increase in temperature.
  • A 5-degree temperature increase would also mean that peak water flow in the western Wasatch creeks would occur two to four weeks earlier in the summer than it does today. This earlier stream runoff will make it more difficult to meet water demand as the summer irrigation season progresses.
 sources: Science Daily

Sunday, October 27, 2013

Aksi Nyata Komunitas Urban di Surabaya untuk Selamatkan Kawasan Pesisir

Siapa bilang masyarakat urban tidak bisa berkontribusi nyata dalam upaya penyelamatan Bumi? Menyambut momen Hari Sumpah Pemuda, WWF-Indonesia bersama para supporter akan mengadakan kegiatan “Fun Walk Supporter WWF-Indonesia” di kota Surabaya. Kegiatan berbasis aksi sosial ini akan dilaksanakan pada:

Hari/ Tanggal        : Minggu/ 27 Oktober 2013
Waktu                    : 06.30 WIB – selesai
Tempat                  : Taman Flora, Surabaya  

Sebagai rangkaian dari kegiatan Supporter Gathering “Do Better for Earth” di Surabaya dan diilhami dari semangat Hari Sumpah Pemuda, kegiatan ini akan diikuti 500 orang supporter WWF-Indonesia dari berbagai pelosok kota Surabaya dan sekitarnya, yang akan berjalan santai sejauh 500 m di taman kota yang memiliki luas sekitar 2,4 hektar.

Kegiatan ini akan diramaikan oleh Nugie (Musisi/Supporter Kehormatan WWF-Indonesia), yang akan berbagi cerita mengenai gaya hidup hijau yang merupakan perilaku sehari-hari masyarakat urban yang ramah lingkungan. Selain itu, Panda Mobile WWF-Indonesia juga akan hadir di kegiatan ini dengan berbagai macam permainan yang menyiratkan pesan edukasi lingkungan.

Dalam kegiatan jalan santai ini juga akan disosialisasikan gerakan “Hijaukan Pesisir Surabaya”, yang menggalang aksi nyata penanaman mangrove di Teluk Lamong, Surabaya, melalui Program MyBabyMangrove.

 “Para supporter dan masyarakat umum yang hadir di Taman Flora dapat langsung ikut berkontribusi dengan mengadopsi mangrove yang akan ditanam di Teluk Lamong,” ujar Devy Suradji, Direktur Marketing WWF-Indonesia. Setiap pohon mangrove yang diadopsi akan diberikan geotag sehingga donator dapat memantau perkembangannya melalui aplikasi Google Map. “Ini menjadi sebuah aksi nyata masyarakat urban dalam upaya penyelamatan kawasan pesisir yang notabene merupakan garda terdepan perbaikan ekologi, pencegahan terhadap abrasi dan intrusi air laut, penyedia habitat satwa, serta merupakan potensi daya dukung perikanan yang berkelanjutan”, lanjut Devy.

Semua kegiatan ini adalah bentuk perwujudan kampanye Earth Hour “Ini Aksiku Mana Aksimu”, dan sebagai langkah awal aksi publik untuk menyambut Earth Hour 2014.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Supporter Service WWF-Indonesia
Email: supporter-service@wwf.or.id, Tel: +6221-5761076 (di jam dan hari kerja)

sumber: Aksi Nyata

Saturday, October 26, 2013

Indonesia Menjadi Anggota Komisi Perikanan Wilayah Pasifik Barat dan Tengah

Jakarta (24/10) – WWF Indonesia mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia, yang difasilitasi oleh Direktorat Sumberdaya Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, yang menjadi anggota Komisi Perikanan Wilayah Pasifik Barat dan Tengah (Western and Central Pacific Fisheries Commission/WCPFC). Dengan keanggotaan ini, Indonesia telah tercatat menjadi anggota dari tiga Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional yang melingkupi perairan Indonesia, yaitu Indian Ocean Tuna Commission, Commission on Conservation of Southern Bluefin Tuna dan Western and Central Pacific Fisheries Commission.
Dr. Gellwyn Yusuf, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Republik Indonesia mengatakan, “Dengan menjadi anggota WCPFC, Indonesia memiliki posisi tawar yang lebih baik dalam pengelolaan dan pemanfaatan perikanan tuna untuk perekonomian Indonesia. Namun disisi lain, ini juga merupakan tantangan bagi Indonesia untuk terus meningkatkan kapasitas dan tata kelola dalam pengelolaan perikanan”. Menurutnya, status Indonesia sebagai anggota WCPFC sangat penting, mengingat kawasan perairan Indonesia merupakan lokasi kaya nutrien dan menjadi tujuan migrasi tuna mencari makanan dan bereproduksi.

Di Indonesia, perikanan tuna merupakan produk perikanan kedua terbesar setelah udang dengan ekspor yang dijual dalam bentuk kaleng, segar dan beku ke negara Jepang, Taiwan, Singapura, Philippina, Jordania, Mesir, Amerika Serikat dan Uni Eropa.

"Sebetulnya Indonesia selama ini sudah terlibat aktif dalam kegiatan di WCPFC, dengan menjadi anggota, akan semakin memperkuat keterlibatan dan kontribusi Indonesia dalam pengelolaan perikanan tuna di tingkat regional", kata Executive Director WCPFC, Profesor Glenn Hurry.

Masuknya Indonesia dalam keanggotaan WCPFC dilakukan dalam pertemuan Dissemination Of Indonesia Membership Status in WCPFC yang diselenggarakan di Jakarta 22-24 Oktober 2013. Acara ini diikuti oleh ±50 peserta yang terdiri dari para pihak terkait pengelolaan dan pemanfaatan perikanan tuna di Indonesia yaitu diantaranya Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Luar Negeri, Badan Koordinasi Keamanan Laut, Asosiasi Tuna Indonesia, Asosiasi Tuna Longline Indonesia, Food and Agriculture Organization (FAO), WCPFC dan WWF Indonesia.

Dr Toni Ruchimat, Direktur Sumberdaya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia mengatakan bahwa “Indonesia memahami pentingnya pengelolaan perikanan tuna untuk memastikan keberlanjutan stoknya. Oleh karena itu, kami telah menyiapkan rencana pengelolaan perikanan tuna yang sesuai dengan resolusi dan indikator pengelolaan dari tiga organisasi pengelolaan di tingkat regional.”

Rencana pengelolaan perikanan tuna yang dibangun ini akan digunakan sebagai payung rencana pemanfaatan, penelitian dan kerjasama. “Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna ini harus didukung oleh semua pihak,” lanjut Toni. Peran serta negara dan kerjasama dengan semua lembaga yang bekerja di perikanan tuna ini menjadi sangat penting, mengingat spesies ini bermigrasi dan dimanfaatkan tidak hanya di kawasan Indonesia, tetapi juga di kawasan Pasifik Barat.

"WWF berkomitmen untuk mendukung kegiatan penelitian dan pengelolaan perikanan tuna di Indonesia melalui kerjasama dengan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan,” sambung Wawan Ridwan, Direktur Coral Triangle, WWF-Indonesia. Dukungan di tingkat nasional ini untuk melengkapi inisiatif yang dilakukan oleh WWF dan FAO di tingkat internasional melalui pengelolaan sumberdaya dan konservasi keanekaragaman hayati pada perikanan tuna yang efisien dan berkelanjutan di kawasan diluar yurisdiksi nasional (Global Environment Facility melalui program Areas Beyond National Jurisdiction/GEF-ABNJ).

Pengelolaan perikanan tuna ini penting untuk memastikan keberlanjutan sumberdaya alam dari sektor kelautan. Lembaga independen yang terdiri dari ilmuwan, lembaga non pemerintah dan industri perikanan tuna, International Sustainable Seafood Foundation (ISSF), menyebutkan bahwa stok tuna di kawasan pasifik barat yang dikelola oleh WCPFC berada dalam kondisi tangkap lebih untuk tuna mata besar (Big Eye Tuna), tangkap penuh untuk tuna sirip kuning (Yellowfin Tuna) dan pemanfaatan sedang untuk cakalang (Skipjack Tuna).

Dengan menjadi anggota komisi perikanan di WCPFC, Indonesia juga akan menerima dukungan informasi ilmiah untuk pengelolaan perikanan yang lebih baik.


Untuk informasi lebih lanjut silakan menghubungi:

Imam Musthofa, Fisheries Manager, WWF Indonesia
Email: imusthofa@wwf.or.id, Hp: +628123853921

Wawan Ridwan, Director Coral Triangle Program, WWF Indonesia
Email: wridwan@wwf.or.id, Hp: +62 87770164365

Dewi Satriani, Communication Manager Marine & Marine Species Program, WWF Indonesia
Email: dsatriani@wwf.or.id, Hp: +62811910970

http://www.wwf.or.id/?29763/Indonesia-Menjadi-Anggota-Komisi-Perikanan--Wilayah-Pasifik-Barat-dan-Tengah

Thursday, October 17, 2013

Tulisan Hijau

TEKNOLOGI ALTERNATIF PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK
SEBAGAI KOMPOSIT SERBUK PLASTIK DAUR ULANG

PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi, khususnya di bidang papan komposit, telah menghasilkan produk komposit yang merupakan gabungan antara serbuk kayu dengan plastik daur ulang. Teknologi ini berkembang pada awal 1990-an di Jepang dan Amerika Serikat. Dengan teknologi ini dimungkinkan pemanfaatan serbuk kayu dan plastik daur ulang secara maksimal, dengan demikian akan menekan jumlah limbah yang dihasilkan. Di Indonesia penelitian tentang produk ini sangat terbatas, padahal bahan baku limbah potensinya sangat besar. Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya komversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain melalui konsep the whole tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.
Limbah kayu berupa potongan log maupun sebetan telah dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan baku papan partikel. Adapun limbah berupa serbuk gergaji pemanfaatannya masih belum optimal. Untuk industri besar dan terpadu, limbah serbuk kayu gergajian sudah dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual secara komersial. Namun untuk industri penggergajian kayu skala industri kecil yang jumlahnya mencapai ribuan unit dan tersebar di pedesaan, limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal. (Pari, 2002).
Pada industri pengolahan kayu sebagian limbah serbuk kayu biasanya digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja tanpa penggunaan yang berarti, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Febrianto,1999). Dalam rangka efisiensi penggunaan kayu perlu diupayakan pemanfaatan serbuk kayu menjadi produk yang lebih bermanfaat.
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic. Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastic terus meningkat. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan.. (YBP, 1986).
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang. Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001).

PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK SEBAGAI KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG
Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya. Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999).
Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan produk ini antara lain : biaya produksi lebih murah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih bersifat biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, serta bersifat dapat didaur ulang. Beberapa contoh penggunaan produk ini antara lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api, pesawat terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan (jendela, pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999)
Serbuk kayu sebagai Filler
Filler ditambahkan ke dalam matriks dengan tujuan meningkatkan sifat-sifat mekanis plastik melalui penyebaran tekanan yang efektif di antara serat dan matriks (Han, 1990). Selain itu penambahan filler akan mengurangi biaya disamping memperbaiki beberapa sifat produknya. Bahan-bahan inorganik seperti kalsium karbonat, talc, mika, dan fiberglass merupakan bahan yang paling banyak digunakan sebagai filler dalam industri plastik. Penambahan kalsium karbonat, mika dan talc dapat meningkatkan kekuatan plastik, tetapi berat produk yang dihasilkan juga meningkat sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih tinggi. Selain itu, kalsium karbonat dan talc bersifat abrasif terhadap peralatan yang digunakan, sehingga memperpendek umur pemakaian.. Di Indonesia potensi kayu sebagai filler sangat besar, terutama limbah serbuk kayu yang pemanfaatannya masih belum optimal.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu sebagai filler dalam pembuatan komposit kayu plastik adalah jenis kayu, ukuran serbuk serta nisbah antara serbuk kayu dan plastik. Karenanya kayu bersifat hidrofilik, kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis. Sifat-sifat tersebut menyebabkan kayu kurang sesuai bila digabungkan dengan plastik, karena itu dalam pembuatan komposit kayu-plastik diperlukan bantuan coupling agent (Febrianto,1999).
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks
Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986). Proses Pembuatan
Pada dasarnya pembuatan komposit serbuk kayu plastik daur ulang tidak berbeda dengan komposit dengan matriks plastik murni. Komposit ini dapat dibuat melalui proses satu tahap, proses dua tahap, maupun proses kontinyu. Pada proses satu tahap, semua bahan baku dicampur terlebih dahulu secara manual kemudian dimasukkan ke dalam alat pengadon dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap bahan baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi dicampur secara bersamaan di dalam kneader dan dibentuk menjadi komposit. Kombinasi dari tahap-tahap ini dikenal dengan proses kontinyu.
Pada proses ini bahan baku dimasukkan secara bertahap dan berurutan di dalam kneader kemudian diproses sampai menjadi produk komposit (Han dan Shiraishi, 1990). Umumnya proses dua tahap menghasilkan produk yang lebih baik dari proses satu tahap, namun proses satu tahap memerlukan waktu yang lebih singkat.
Penyiapan filler
Pada prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan serbuk kayu atau tepung kayu dengan ukuran dan kadar air yang seragam. Makin halus serbuk semakin besar kontak permukaan antara filler dengan matriknya, sehingga produk menjadi lebih homogen. Akan tetapi, bila ditinjau dari segi dekoratif, komposit dengan ukuran serbuk yang lebih besar akan menghasilkan penampakkan yang lebih baik karena sebaran serbuk kayunya memberikan nilai tersendiri.
Penyiapan Plastik Daur Ulang
Limbah plastik dikelompokkan sesuai dengan jenis plastiknya polipropilena (PP), polietilena (PE), dan sebagainya. Setelah dibersihkan, limbah tersebut dicacah untuk memperkecil ukuran, selanjutnya dipanaskan sampai titik lelehnya, kemudian diproses hingga berbentuk pellet. Sebelum digunakan sebagai matriks komposit dilakukan analis termal diferensial (DTA). Pada proses dua tahap, pellet tersebut diblending terlebih dahulu dengan coupling agent sehingga berfungsi sebagai compatibilizer dalam pembuatan komposit. Blending (Pengadonan)
Tahap-tahap dalam pengadonan ini disesuaikan dengan proses yang digunakan, satu tahap, dua tahap, atau kontinyu. Menurut Han (1990) kondisi pengadonan yang paling berpengaruh dalam pembuatan komposit adalah suhu, laju rotasi, dan waktu pengadonan.Pembentukan komposit
Setelah proses pencampuran selesai, sampel langsung dikeluarkan untuk dibentuk menjadi lembaran dengan kempa panas. Pengempaan dilakukan selama 2,5 – 3 menit dengan tekanan sebesar 100 kgf/cm2 selama 30 detik pada suhu 170ºC – 190ºC. Setelah dilakukan pengempaan dingin pada tekanan yang sama selama 30 detik, lembaran kemudian didinginkan pada suhu kamar.
Pengujian Komposit
Pengujian komposit dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu. Jenis pengujian disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya meliputi pengujian fterhadap sifat fisis, mekanis, serta thermal komposit.
Komposit yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai bila serbuk kayu terdistribusi dengan baik di dalam matriks. Dalam kenyataannya, afinitas antara serbuk kayu dengan plastic sangat rendah karena kayu bersifat hidrofilik sedangkan plastik bersifat hidrofobik. Akibatnya komposit yang terbentuk memiliki sifat-sifat pengaliran dan moldability yang rendah dan pada gilirannya dapat menurunkan kekuatan bahan (Han, 1990).
Berbagai Penelitian
Penelitian-penelitian yang telah dan sedang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan komposit kayu plastik dengan sifat-sifat yang terbaik. Han (1990), meneliti faktor- faktor yang berperan penting dalam pembuatan komposit serbuk kayu plastik, yaitu tipe dan bentuk bahan baku, jenis kayu, nisbah filler dengan matriks, jenis dan kadar compatibilizer, serta kondisi pada saat pengadonan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai batas tertentu terjadi peningkatan kekuatan komposit dengan makin kecil ukuran serbuk yang digunakan, demikian juga tipe, nisbah serbuk kayu dan plastik, kadar air serta jenis kayu berpengaruh nyata terhadap sifat-sifat komposit yang dihasilkan. Penambahan compatibilizer sampai batas tertentu berpengaruh baik terhadap kekuatan komposit.
Mengenai komposit kayu plastik sebagian besar masih menggunakan plastik murni sebagai matriks dapat menggunakan matriks daur ulang, dengan menggunakan polipropilena daur ulang. Dalam berbagai penelitian dirangkum sebagai berikut : meneliti pengaruh ukuran nisbah serbuk kayu dengan matriks, serta kadar compatibilizer terhadap sifat fisis dan mekanis komposit kayu polipropilena daur ulang. Berbagai penelitian menunjukkan pola yang sama dengan komposit yang menggunakan polipropilena murni, yaitu sifat–sifat komposit meningkat dengan makin halusnya ukuran partikel. Nisbah serbuk kayu dengan matriks sebesar 50:50 dengan penambahan MAH 2,5% sebagai compatibilizer disertai dengan penambahan inisiator menghasilkan kekuatan komposit yang optimal, disamping sifat-sifat fisis yang memadai.
PENUTUP
Pembuatan produk komposit serbuk kayu dan plastik daur ulang merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah kayu dan plastik, dalam rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik serta menghasilkan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Pengembangan produk ini di masa datang diharapkan akan memberikan dampak positif, bukan hanya terbatas pada pengembangan industri dan penghematan devisa, tetapi juga memperbaiki kualitas lingkungan hidup.

DAFTAR PUSTAKA
- Febrianto F. 1999. Preparation And Properties Enhancement Of Moldable Wood
- Biodegradable Polymer Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University, Doctoral Dissertation.Division of Forestry and Bio-material Science. Faculty of Agriculture.
- Febrianto F, Y.S. Hadi, dan M. Karina. 2001. Teknologi produksi recycle komposit bemutu tinggi dari limbah kayu dan plastik : Sifat-sifat papan partikel pada berbagai nisbah campuran serbuk dan plastik polipropilene daur ulang dan ukuran serbuk. Laporan Akhir Hibah Bersaing IX/1. direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
- Han GS. 1990. Preparation and Physical Properties Of Moldable Wood Plastic Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University. Departement Of Wood Science and Technology, Faculty of Agriculture.
- Hartono ACK. 1998. Daur Ulang Limbah Plastik dalam Pancaroba : Diplomasi Ekonomi dan Pendidikan. Dana Mitra Lingkungan. Jakarta
- Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman, Inc.
- Pari G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. Makalah M.K. Falsafah Sains. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
- Sasse HR, Lehmkamper O, Kwasny-Echterhagen R. 1995. Polymer granulates for masonry mortars and outdoor plaster. Di dalam: Ohama Y, editor. Disposal and Recycling of Organic and Polymeric Construction Materials. Proceeding of the International RILEM . hlm 75-85.
- Syahfitrie, C. 2001. Analisis Aspek Sosial Ekonomi Pemanfaatan Limbah Plastik. [Thesis] - [YBP] Yayasan Bina Pembangunan. 1986. Barometer Bisnis Plastik Indonesia. Jakarta

sumber : Tulisan Hijau

Sunday, September 15, 2013

5 Profil Organisasi Penyelamat Bumi dan Lingkungan

1. WWF (World Wildlife Fund)

WWF singkatan World Wildlife Fund adalah LSM konservasi internasional yang mendorong upaya pelestarian global, bekerja di 100 negara di dunia. Kabarnya, WWF adalah salah satu organisasi lingkungan terbesar di dunia. Ia mempunyai 28 organisasi nasional dan kantor pusatnya di Geneva Swiss. Para tahun 1988, donatur WWF tercatat Chevron dan Exxon, Philip Morris, Mobil, dan Morgan Guaranty Trust. Grup ini memiliki misi “menghalangi dan memutarbalikkan penghancuran lingkungan kita”. Saat ini, sebagian besar tugas mereka terfokus pada konservasi tiga bioma yang berisikan sebagian besar keragaman hayati dunia, yaitu hutan, ekosistem air tawar, dan samudera dan pantai. Selain itu, WWF juga menangani masalah spesies terancam punah, polusi dan perubahan iklim.

2. Greenpeace

Greenpeace adalah suatu organisasi lingkungan global yang didirikan di Vancouver,British Columbia, Kanada pada 1971. Greenpeace dikenal menggunakan aksi langsungtanpa kekerasan konfrontasi damai dalam melakukan kampanye untuk menghentikanpengujian nuklir angkasa dan bawah tanah, begitu juga dengan kampanye menghentikan penangkapan ikan paus besar-besaran. Pada tahun-tahun berikutanya, fokus organisasi mengarah ke isu lingkungan lainnya, seperti penggunaan pukat ikan, pemanasan global, danrekayasa genetika. Greenpeace mempunyai kantor regional dan nasional pada 41 negara-negara di seluruh dunia, yang semuanya berhubungan dengan pusat Greenpeace Internasional di Amsterdam. Organisasi global ini menerima pendanaan melalui kontribusi langsung dari individu yang diperkirakan mencapai 2,8 juta para pendukung keuangan, dan juga dari dana dari yayasan amal, tetapi tidak menerima pendanaan dari pemerintah atau korporasi.

3. BirdLife International

BirdLife International (dulu bernama International Council for Bird Preservation) adalah organisasi konservasi international yang bergiat dengan keterlibatan masyarakat untuk melindungi semua jenis burung di dunia dan habitatnya. Organisasi ini adalah federasi konservasi global dengan jaringan internasional lebih dari 100 rekan organisasi, termasuk Burung Indonesia, RSPB, Gibraltar Ornithological & Natural History Society (GONHS), National Audubon Society, Bombay Natural History Society, Birds Australia, Royal Forest and Bird Protection Society of New Zealand, Nature Seychelles, Malaysian Nature Society, dan BirdWatch Ireland.BirdLife International didirikan pada tahun 1922 oleh ahli ornithologi Amerika, T. Gilbert Pearson dan Jean Theodore Delacoure dengan nama International Council for Bird preservation.

4. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO)

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) adalah sebuah organisasi antarpemerintah dengan keanggotaan 188 Negara dan Teritori Anggota. Berasal dari International Meteorological Organization (IMO), yang didirikan tahun 1873. Dibentuk tahun 1950, WMO menjadi badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk meteorologi (cuaca dan iklim), hidrologi dan geofisika. Memiliki kantor pusat di Jenewa, Swiss. Presidennya Alexander Bedritsky dan Sekretaris Jenderalnya Michel Jarraud. Bulan Juni 1976, dalam tanggapan terhadap laporan pers yang memprediksikan peristiwa seperti Zaman Es Kecil, Organisasi Meteorologi mengeluarkan peringatan bahwa pemanasan iklim global yang signifikan dapat menyebabkan zaman es.

5. World Conservation Monitoring Centre (WCMC)
 World Conservation Monitoring Centre (WCMC) adalah badan eksekutif dari United Nations Environment Programme (UNEP), bermarkas di Cambridge, Inggris. WCMC telah menjadi bagian dari UNEP sejak tahun 2000, dan berwenang kepada penanganan dan dukungan biodiversitas untuk pembangunan kebijakan dan implementasinya. World Conservation Monitoring Centre sebelumnya adalah organisasi independen yang secara gabungan diatur oleh IUCN, UNEP, dan WWF, didirikan pada tahun 1988. Aktivitas WCMC termasuk penanganan biodiversitas, dukungan kepada konvensi internasional seperti Convention of Biological Diversity (CBD) dan Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).

sumber: Organisasi Lingkungan

Sunday, August 18, 2013

Fakta-fakta Pencemaran Lingkungan

Ketika berupaya untuk menyelamatkan bumi atau lingkungan alam, kita sebaiknya mengetahui fakta-fakta lingkungan yang terjadi, yaitu dimulai dari lingkungan sekitar dan terdekat. Dengan demikina, kita dapat menyadari hal-hal yang paling tepat untuk menanganinya. Berikut merupakan fakta-fakta lingkungan yang terjadi di permukaan bumi ini.
  1. Pencemaran udara besar yang terjadi pada tahun 1952 di London telah menewaskan lebih dari 4.000 jiwa.
  2. eristiwa pencemaran air oleh limbah merkuri di Teluk Minamata, Jepang telah menewaskan sekitar 1.800 jiwa selama perioder 30 tahun. Hal serupa pernah terjadi di Danau Ontario, Kanada pada tahun 1970, tetapi hanya mencemari ikan dan biota danau
  3. Setiap hari, diperkirakan bahwa 50-100 spesies flora dan fauna akan punah sebagai akibat dari campur tangan manusia
  4. Sekitar 50 juta ton produk kertas atau setara dengan 850 juta pohon digunakan manusia oleh masyarakat dunia.
  5. 40.000 jiwa anak-anak meninggal dunia setiap harinya akibat gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pecemaran lingkungan.
  6. Diperkirakan 80% atau setara dengan 7 buah lapangan sepak bola hutan di bumi telah hancur. Sebanyak 2.000 pohon ditepang setiap harinya di dunia.
  7. Sumber air tidak layak untuk dikonsumsi makhluk hidup, terutama mansia.
  8. 75% perikanan dunia telah diambil dair perairan. Tidak hanya air, kemungkinan ikan juga akan punah.
  9. Tidak sedikit sumber makanan modern saat ini mengandung zat kimia dan bersifat karsinogenik (penyebab kanker dalam jangka waktu panjang),
  10. Pembangunan lahan untuk bangunan semakin meningkat
  11. Pertumbuhan penduduk dunia, terutama di Indonesia yang kian meningkat memberikan kontribusi sampah setiap hair
  12. TIngkat konsumsi masyarakat dunia saat ini meningkat, Kita mungkin sering melihat iklan setiap hari di berbagai media.
Fakta-fakta tersebut hanya sebagian dari isu dan peristiwa lingkungan yang terjadi di bumi ini. Pemanasan global salah satu isu lingkungan yang menjadi permasalahan paling mendesak sat ini. Sebagian besar gas rumah kaca yang dihasilkan oleh kegiatan manusia di bumi beberapa tahun ini merupakan hasil dair pengambaian lingkungan.

sumber:  Fakta Lingkungan

Sunday, July 7, 2013

How to manage Waste?

"Buanglah sampah pada tempat seharusnya atau pada tempat sampah yang disediakan”, merupakan kalimat sederhana yang sering kita baca dan dengar. Hal ini dapat memudahkan pengelolaan sampah sehingga sampa tidak hanya bersifat “dibuang” atau “ditumpuk” tetapi juga dapat didaur ulang. Terlebih lagi jika kita membuang sampah berdasarkan jenis sampahnya, yaitu sampah organik, sampah kertas, sampah non daur ulang (misalnya baterai, streofoam, ata sejenisnya), dan sampah daur ulang (kaleng, botol, dan plastik non almunium). 
 sumber: sampah

Prof. H.R. Sudrajat (dalam Mengelola Sampah Kota, 2003) menggambarkan potensi timbunan sampah per hari di beberapa kota besar di Indonesia. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di suatu kota, kemungkinan timbunan sampah akan semakin meningkat per harinya> dapatkah Anda bayangkan akibatnya? Akankah bumi kita dipenuhi oleh timbunan sampah?
Volum sampah yang meningkat dan tidak segera di kelolah akan berdampak buruk terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat. Tidak aa salahnya jika kita mulai membiasakan diri untuk membuang sampah pada tempatnya dan juga memilah berdasarkan jenis sampah. Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi permasalahan sampah.
  1. Membuang sampah pada tempatnya dimanapun kita berada, baik di rumah, sekolah, maupun di lingkungan sekitar. Jika tempat sampah tidak ada, bersedia untuk menyimpan sejenak sampai menemukan tempat sampah terdekat
  2. Memilah sampah sesuai dengan kategorinya, misalnya sampah kering dan sampah basah (sampah organik dan sampa anorganik), sampah yang bisa didaur ulang dan sampah yang tidak bisa di daur ulang dan sebagainya.
  3. Mengurangi pemakaian plastik atau pembelian barang berbahan plastik. Hal ini disebabkan karena plastik sulit diurai dan terbuat dari minyak bumi. Selain itu, proses pembuatan plastik menghasilkan polusi udara yang cukup tinggi. Dengan mengurangi penggunaan plastik maka kita daat menekan sampah plastik dan polusi udara yang dihasilkan.
sumber: Pengelolaan Sampah

Sunday, June 9, 2013

Profil Pemerhati Lingkungan Dunia

Hari Lingkungan yang diperingati Se-dunia ini setiap tanggal 5 Juni menurut sejarahnya dicetuskan pada tahun 1972. Salah satu tokoh penting dan berpengaruh kelahiran hari tersebut adalah Gaylord Nelson, seorang senator Amerika Serikat.
Sebenarnya hari Lingkungan hidup itu tercetus seiring dengan rangkaian dari kegiatan lingkungan yang dilakukan oleh Gaylord Nelson yaitu tepatnya tahun 1970 ketika Gaylord Nelson memproklamasikan hari Bumi (22 April). Jadi, Hari Lingkungan Hidup ada setelah dua tahun sejak adanya Hari Bumi.
Pada 22 April 1970, sekitar 20 juta warga Amerika turun ke jalanan serta memenuhi sejumlah taman dan auditorium untuk mengkampanyekan kesehatan dan keberlangsungan lingkungan. Ribuan mahasiswa berkumpul menentang kerusakan lingkungan. Kelompok-kelompok yang sudah sejak lama menentang adanya tumpahan minyak di lingkungan, pabrik-pabrik dan pembangkit listrik penyebab polusi, buruknya saluran pembuangan, pembuangan bahan-bahan berbahaya, pestisida, jalan raya, hilangnya hutan belantara, serta semakin punahnya kehidupan liar menyadari adanya kebersamaan atas perjuangan mereka dari masyarakat.
Hari Bumi pada tahun 1970 juga telah menghasilkan persatuan kalangan politik yang sebenarnya jarang terjadi di Amerika, yang berasal dari kaum republik maupun demokrat, dan berbagai pencampuran kalangan lainnya. Hari Bumi pertama menjadi awal terbentuknya United States Environmental Protection Agency/US EPA (sebuah badan perlindungan lingkungan Amerika) dan juga sebagai langkah awal menuju lingkungan dengan udara dan air yang bersih, serta perlindungan terhadap mahkluk hidup.
Pemilik nama lengkap Anton Gaylord Nelson sendiri merupakan seorang politikus Amerika dari Wisconsin. Bapak tiga anak ini adalah seorang Demokrat. Nelson lahir pada tanggal 4 Juni 1916 dan meninggal pada tahun 2005 tepatnya tanggal 3 Juli.
Nelson akan sangat bersemangat dengan sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Sehingga dia melakukan perjalanan yang dikenal dengan Tour Konservasi bersama Presiden John F Kennedy pada tahun 1963. Nelson tumbuh dan dibesarkan di daerah Clear Lake, daerah bagian Wisconsin, Amerika Serikat.
Setelah itu dia sekolah di sekolah umum Clear Lake, masih di tempat yang sama. Tahun 1939 Nelson lulus dari universitas yang sekarang dikenal dengan San Jose State University di San Jose, California. Terakhir dia melanjutkan di University of Wisconsin Law School.
Sebuah apresiasi diberikan kepada Nelson untuk kecintaannya terhadap lingkungan yaitu dengan pengabadian namanya pada sebuah institut lingkungan hidup yang dikenal dengan The Gaylord Nelson Institute for Environmental Studiesdi University of Wisconsin-Madison.
Selain itu sebuah taman di daerah Apostle Islands National Lakeshore juga dinamai seperti namanya yaitu Governor Nelson State Park. Nelson juga menerima penghargaan berupa Presidential Medal of Freedom pada September 1995 sebagai pengakuan atas semua yang dilakukannya untuk lingkungan.
Pandangan Nelson lainnya adalah tentang populasi suatu bangsa yang berhubungan erat dengan lingkungan.
Menurut Nelson stabilitas populasi suatu bangsa merupakan aspek penting dari lingkungan. Semakin besar pendapatan suatu populasi maka akan menjadi masalah yang serius, karena itu kita harus mengatasi masalah populasi.
1. The Alang - Alang Problem in Indonesia, paper, wasthe Tent Pasific of High School Biology Teaching in Indonesia, Kadarsan & O. Sumarwoto, IUCN Publications, 1968.Dan salah satu kutipan kata-katanya yang terkenal adalah: "Aku ada untuk lingkungan, namun aku tidak akan pernah membatasi populasi manusia."
Selain itu Nelson juga menolak saran bahwa pembangunan ekonomi harus didahulukan setelah perlindungan lingkungan. Nelson meninggal karena gagal jantung pada usia 89 tahun. Seorang wartawan bernama Bill Christofferson menuliskan biografi tentang dirinya “The Man from Clear Lake” yang diterbitkan pada tahun 2004 oleh University of Wisconsin Press.
Pada tahun 1990, peringatan Hari Bumi mulai berkembang secara global. Sekitar 200 juta orang dari 141 negara di dunia tergerak untuk mengangkat isu lingkungan dalam skala global. Hari Bumi 1990 pun menjadi titik tolak terlaksananya KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro.
Tahun 2000 Hari Bumi mendapat bantuan dengan adanya internet untuk menghubungkan para aktivis di seluruh dunia. Pada tanggal 22 April sekitar 5000 kelompok pemerhati lingkungan di seluruh dunia merangkul ratusan juta penduduk di 184 negara yang menjadi rekor baru untuk mengkampanyekan Hari Bumi.
Berbagai kegiatan diselenggarakan secara bervariasi mulai dari rantaian suara genderang dari desa ke desa di Gabon, Afrika hingga ratusan ribu warga yang berkumpul di National Mall, Washington D.C., Amerika Serikat.
Hari Bumi tahun 2000an secara keras dan jelas menyerukan pesan bahwa penduduk dunia menginginkan tindakan yang cepat dan tegas untuk penggunaan energi yang bersih dan ramah lingkungan.
Pejuang lingkungan Otto Sumarwoto (82) tutup usia di Bandung pada selasa, 1 April 2008, sekitar pukul 00.05 wib akibat sakit yang dideritanya. Kemudian dimakamkan di TPU Sirnaraga sekitar pukul 10.00. "Pendekar Lingkungan Hidup" dari UNPAD itu meninggalkan seorang istri Ny Ijah (78), tiga putri dua putra serta tiga orang cucu. Kepergian Otto Sumarwoto merupakan kehilangan yang sangat besar bagi dunia lingkungan hidup. Namun semangat dan karya-karyanya akan terus berjuang untuk melestarikan lingkungan.

Sumber :www.hpli.org/gaylord.php

Saturday, June 1, 2013

10 of Today’s Most Important Environmental Issues


 

While this guide to important environmental issues is not comprehensive, if you’re new to green or simply want a refresher overview, this list neatly summarizes some of our most pressing environmental concerns … some of which cannot be solved simply via creative upcycling or small-space living

1. Climate Change
Global warming has been concerning scientists for decades, but Al Gore legitimized the crisis with his controversial film An Inconvenient Truth. From the melting polar ice caps to catastrophic weather and threatened ecosystems, not only is climate change real, scientists agree that humans are influencing climate change with our production of greenhouse gases (mainly stemming from carbon dioxide and methane). What can you do? How bad is it? Why do so many people still think climate change isn’t real? Is it real? These are just some of the issues worth exploring. The good news is that despite the urgency of the crisis, there are exciting technological developments as well as meaningful lifestyle changes you can make to help.
2. Energy
Clean energy vs. dirty energy. Renewable energy. Energy independence. Petroleum. Biofuels. Coal. ANWR and offshore drilling. Even Paris Hilton has something to say about energy. Energy is second only to climate change in significance, but the picture isn’t as clear as one might think. China is heavily criticized, but did you know the state of California is worse? Look for plenty of myth-busting and interesting news to come, as well as practical tips to reduce your own energy dependence. Though no single energy source is going to be the solution, positive developments toward a cleaner future are happening every single day.
3. Waste
With the immediate looming problems of climate change and energy, focus has shifted away from landfill waste, but this is a serious problem. The world has largely gotten accustomed to a throwaway lifestyle, but that’s neither healthy nor sustainable. Waterways are choked with trash and modernized nations ship their undesirable leftovers to the developing world. Fashion fashion, fast food, packaging and cheap electronics are just some of the problems. The amount of waste the industrialized world generates is shocking. Water bottles are the defining symbol of this critical issue. Fortunately, people are becoming aware of the consequences of “fast consumption” and there are many simple changes you can make in your own life to help significantly reduce landfill waste.
4. Water
Pure Water is in short supply. Our global reserves of drinkable water are a fraction of 1% and 1 in 5 humans does not have access to potable (safe) water. Many people do not realize that strife has already broken out in some stressed regions. There are many potential solutions, some promising, others challenging. Desalinization is an energy-inefficient, expensive option. But there are many things you can do. (Hint: it starts with turning off the faucet when you brush.)
5. Food
Biofuels have turned into a global controversy – the idea that people may causing the starvation of millions in order to fuel their SUVs is sickening. And yet that’s not the whole picture. For example, eating hamburgers has as much or more impact on the global food picture as the use of biofuels. And then there’s the whole issue of “food miles” – at first, local seemed logical, but the situation is more complex than that. It’s all about resources and efficiency. There are big questions: can we support the world without turning to vegetarianism? We know that the planet can’t afford the Western way of eating. It would take 5 earths to support that lifestyle! What about hunting – is that good for the environment? Look for more articles soon exploring the complicated world of food. Fortunately, there are a multitude of tasty diets that incorporate greener values, so it’s not necessary to adhere to veganism, for example.
6. Consumption
This is directly tied to waste. It is well-known that the industrialized world simply consumes in a way that is not sustainable. And the developing world is rapidly imitating the model. Sustainability in the most compelling sense is about long-term solvency. The way we live now is borrowing against the future. Reducing consumption, and smart consumption, are both necessary – and there are many ways to go about doing this. Some methods are pure geek, some are high tech, and some are just common sense. And once you start exploring, you’ll see that it’s actually fun.
7. Land Management
From desertification to polar ice melting to erosion and deforestation, existing land management choices are not serving the planet or its inhabitants very well. The 1990s saw some headway with forest management but the Bush administration’s various initiatives (most notoriously, “Healthy Forests”) have set back progress by decades. There is very little land left that is undeveloped, either with structures or roads. And there is virtually no land left that is not subject to light or noise pollution. The modern green movement believes that in order to create a sustainable future, people will need to return to the conservation spirit Americans were once famous for. That’s a value system that includes meaning, adventure, and self-sufficiency – no wonder so many people are getting inspired.
8. Ecosystems and Endangered Species
The good news is that some species have made a comeback. The bad news is that many more species are now under threat, including indicator species and evolutionarily unique species. (When an indicator species becomes threatened, endangered, or worse, extinct, this means an entire ecosystem faces collapse.) The consequences can have global impact. From the most unusual endangered animals to a complete list of indicator species for key ecosystems and how you can help, you’ll find plenty of fascinating information soon. (Be sure to bookmark this post and check back for updates and links.)
9. The Science of Public Health Issues
Our tomatoes have fish DNA? Killer bugs are on the loose? Superweeds are taking over corn fields? Wild animals are sprouting extra limbs? Autism is on the rise? WTF! What on earth (literally) is going on? From genetic manipulation and cloning to public health issues and food and drug contamination, get to know the new, strange, important and most interesting green issues related to genetic science, agribusiness, public health and more. What’s this about electromagnetic fields? Is all that exhaust on my commute killing me? Do cell phones really cause cancer? Will soy milk give me man boobs? How much of our groundwater is contaminated? Is smog getting worse or better? How much acid rain is there? Why can’t I drink out of streams? These are just some of the fascinating questions you can read about here in future posts. You can look forward to sane analysis that debunks myth and takes fear-mongering to task.
Did you guess the tenth issue? There are more issues, but those are the most critical green challenges. It will take a combination of technological developments and lifestyle changes to address these challenges successfully – and that begins with learning, which is perhaps the most important environmental challenge of all, rounding out the list at 10. Stay tuned for more!

source: Webecoist

Sunday, May 5, 2013

Pemanasan Global Ancam Keberlangsungan Spesies di Kalimantan

Suhu yang menghangat di Samudera Hindia dan tingginya frekuensi El Nino menyebabkan kondisi kering di hutan Kalimantan. Ini menyebabkan beberapa spesies terancam keberlangsungan hidupnya karena sulit beradaptasi dengan panasnya Bumi.

Menurut hasil penelitian yang diterbitkan Journal of Geophysical Research-Biogeosciences, deforestasi menyebabkan hutan Kalimantan sudah terlalu rusak. Masa depan hutan ini sekarang mulai meredup.

"Bahkan spesies pohon yang bisa beradaptasi dengan cuaca kering masih berisiko punah," demikian pernyataan yang dirilis American Geophysical Union (AGU), Rabu (18/7). "Sebagian kecil spesies yang tidak bisa beradaptasi, berada dalam risiko terancam punah lebih besar."

Hasil ini tidaklah mengejutkan karena pernah terjadi di Hutan Amazon, Amerika Selatan. Ada spesies yang sulit beradaptasi dengan kekeringan dan kebakaran hutan.

Dikatakan Ismayadi Samsoedin dari Badan Litbang Kementerian Kehutanan, memang ada beberapa spesies yang kini masuk endangered di Kalimantan. "Anggrek hitam (Coelogyne pandurata) yang dulu terkenal di Kalimantan Timur kini jadi berkurang populasinya karena perubahan iklim," katanya saat berbincang dengan National Geographic Indonesia, Kamis (19/7).

Anggrek ini hanya tumbuh di Pulau Kalimantan dan menjadi maskot Provinsi Kaltim. Meski masih bisa ditemukan di cagar alam Kersik Luway, jumlahnya dalam tahap yang memprihatinkan.

Kayu ulin atau kayu besi (Eusideroxylon zwageri) juga masuk dalam spesies yang nyaris musnah. Kelangkaan kayu ini bahkan lebih terasa karena mengandung nilai ekonomi tinggi. "Buah-buahan liar seperti rambutan, durian, dan menteng hutan, juga terancam populasinya karena proses pengambilan yang kurang baik dari warga sekitar," tambah Ismayadi.

Sayangnya dengan kondisi semacam ini, Kemenhut sulit menerapkan kebijakan sebagai bentuk pencegahan perusakan lebih lanjut. Sejak otonomi daerah diterapkan sepuluh tahun lalu, Kemenhut hanya bisa memberi saran atau masukan.

Jika pun ada Keputusan Menteri (Kepmen), belum ada yang sifatnya nyata untuk konservasi tumbuhan yang belum dikenal. Malah, saat ini lebih subur pembangunan tambang batu bara, penebangan hutan untuk kelapa sawit, dan perkebunan karet.

"Hingga saat ini belum ada Kepmen yang bisa menjaga hutan Kalimantan dengan baik," ujar Ismayadi.

Sumber berita: National Geographic

Sunday, April 7, 2013

Environment Issues

Isu Lingkungan

Masalah lingkungan mulai ramai dibicarakan sejak diselenggarakannya Konferensi PBB tentang Lingkungan Hiudp di Stockholm, Swedia, pada tanggal 15 Juni 1972. Di Indonesia, tonggak sejarah masalah lingkungan hidup dimulai dengan diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional oleh Universitas Pajajaran Bandung pada tanggal 15 – 18 Mei 1972. Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia (laju pertumbuhan penduduk). Pertumbuhan penduduk yang pesat menimbulkan tantangan yang dicoba diatasi dengan pembangunan dan industrialisasi. Namun industrialisasi disamping mempercepat persediaan segala kebutuhan hdup manusia juga memberi dampak negatif terhadap manusia akibat terjadinya pencemaran lingkungan.

A. Isu Lingkungan Lokal

Saat ini masalah lingkungan cukup sering diperbincangkan. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa lapisan ozon kini semakin menipis. Dengan terus menipisnya lapisan itu, sangat dikhawatirkan bila lapisan ini tidak ada atau menghilang sama sekali dari alam semesta ini. Tanpa lapisan ozon sangat banyak akibat negatif yang akan menimpa makhluk hidup di muka bumi ini, antara lain: penyakit-penyakit akan menyebar secara menjadi-jadi, cuaca tidak menentu, pemanasan global, bahkan hilangnya suatu daerah karena akan mencairnya es yang ada di kutub Utara dan Selatan. Jagat raya hanya tinggal menunggu masa kehancurannya saja. Memang banyak cara yang harus dipilih untuk mengatasi masalah ini. Para ilmuwan memberikan berbagai masukan untuk mengatasi masalah ini sesuai dengan latar belakang keilmuannya. Para sastrawan pun tak ketinggalan untuk berperan serta dalam menanggulangi masalah yang telah santer belakangan ini.
Contoh, Penyebab dan Dampak Lingkungan Lokal
  1. Kekeringan : kekeringan adalah kekurangan air yang terjadi akibat sumber air tidak dapat menyediakan kebutuhan air bagi manusia dan makhluk hidup yang lainnya. Dampak: menyebabkan ganggungan kesehatan, keterancaman pangan.
  2. Banjir : merupakan fenomena alam ketika sungai tidak dapat menampung limpahan air hujan karena proses influasi mengalami penurunan. Itu semua dapat terjadi karena hijauan penahan air larian berkurang. Dampak: ganggungan kesehatan, penyakit kulit, aktivitas manusia terhambat, penurunan produktifitas pangan, dll.
  3. Longsor : adalah terkikisnya daratan oleh air larian karena penahan air berkurang.
  4. Dampaknya : terjadi kerusakan tempat tinggal, ladang, sawah, mengganggu perekonomian dan kegiatan transportasi
  5. Erosi pantai : terkikisnya lahan daratan pantai akibat gelombang air laut. Dampak : menyebabkan kerusakan tempat tinggal dan hilangnya potensi ekonomi seperti kegiatan pariwisata.
  6. Instrusi Air Laut : air laut (asin) mengisi ruang bawah tanah telah banyak digunakan oleh manusia dan tidak adanya tahanan instrusi air laut seperti kawasan mangrove. Dampaknya: terjadinya kekurangan stok air tawar, dan mengganggu kesehatan.

B. Isu Lingkungan Nasional

Tanam Untuk Kehidupan adalah satu komunitas yang punya perhatian untuk isu-isu lingkungan. Tujuan utama digelar acara ini adalah sebagai ajang pendidikan dan hiburan untuk membuka opini masyarakat agar peduli lingkungan bermaksud mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjaga dan merawat lingkungan mereka sendiri. Acara ini sendiri juga jadi wadah kolaborasi seni budaya lokal, nasional, dan internasional dalam mengekspresikan kepedulian mereka terhadap lingkungan, mempromosikan seni budaya serta pariwisata Salatiga, dan memperluas jaringan kerjasama antara komunitas seni dan lingkungan dari Australia dan Indonesia.
Anak-anak juga ikut berpartisipasi pada acara ini Anak-anak lebih mudah diajak untuk peduli lingkungan daripada orang dewasa. Apabila sejak kecil mereka telah terbiasa untuk mencintai lingkungan, maka kebiasaan ini akan berlanjut sampai mereka dewasa nanti. Kegiatan tentang lingkungan seperti ini harusnya lebih sering dilakukan karena bagus untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pelestarian lingkungan.
Contoh, Penyebab dan Dampak Lingkungan Nasional
  1. Kebaran Hutan : Proses kebakaran hutan dapat terjadi dengan alami atau ulah manusia . kebakaran oleh manusia biasanya karena bermaksut pembukaan lahan untuk perkembunan. Dampaknya: memeberi kontribusi CO2 di udara, hilangnya keaneragaman hayati, asap yang dihasilkan dapat mengganggu kesehatan dan asapnya bisa berdampak kenegra lain. Tidak hanya pada local namun ke negra tetanggapun juga terkena.
  2. Pencemaran minyak lepas pantai : hasil ekploitasi minyak bumi diangkut oleh kapal tanker ke tempat pengolahan minyak bumi. Pencemaran minyak lepas pantai diakibatkan oleh sistem penampungan yang bocor atau kapal tenggelam yang menyebankan lepasnya minyak ke perairan. Dampak : mengakibatkan limbah tersebut dapat tersebar tergantung gelombang air laut. Dapat berdampak kebeberapa negara, akibatnya tertutupnya lapisan permukaan laut yang menyebabkan penetrasi matahari berkurng menyebabkan fotosintesis terganggu, pengikatan oksigen, dan dapat menyebabkan kematian organisme laut.

C. Isu Lingkungan Global Sebelumnya orang menduga masalah lingkungan global lebih banyak dipengaruhi faktor alam, seperti iklim, yang mencakup temperatur, curah hujan, kelembaban, tekanan udara dll. Belakangan orang mulai menyadari bahwa aktifitas manusia pun mempengaruhi iklim dan lingkungan secara signifikan. Ambilah contoh penebangan hutan, mempengaruhi perubahan suhu dan curah hujan secara lokal. Ketika area hutan yang hilang semakin luas, maka akibat yang ditimbulkan bukan lagi lokal tapi sudah berskala regional. Kenapa hutan ditebang? Tentu saja ada motivasi-motivasi manusia yang membuat mereka menebang hutan, misalnya motivasi ekonomi. Untuk skala negara, negara membutuhkan devisa untuk menjalankan roda pembangunan. Karena industri negara belum mapan dan kuat, maka yang bisa diekspor untuk menambah devisa adalah menjual kayu. Modal dan keahlian yang dibutuhkan untuk menebang pohon relatif kecil dan sederhana, bukan?
Menjadi masalah global yang mempengaruhi lingkungan juga misalnya pertumbuhan penduduk dunia yang amat pesat. Pertumbuhan penduduk memiliki arti pertumbuhan kawasan urban dan juga kebutuhan tambahan produksi pangan. Belum lagi ada peningkatan kebutuhan energi. Pada masing-masing kebutuhan ini ada implikasi pada lingkungan.
Coba kita perhatikan contoh dari kebutuhan lahan urban dan lahan pertanian. Pemenuhan kebutuhan ini akan meminta konversi lahan hutan. Semakin lama daerah-daerah resapan air makin berkurang, akibatnya terjadi krisis air tanah. Di sisi lain di beberapa kawasan berkemiringan cukup tajam menjadi rawan longsor, karena pepohonan yang tadinya menyangga sistem kekuatan tanah semakin berkurang. Kemudian karena resapan air ke tanah berkurang, terjadilah over-flow pada air permukaan. Ketika kondisi ini beresonansi dengan sistem drainase yang buruk di perkotaan terjadilah banjir. Banjir akan membawa berbagai penderitaan. Masalah langsungnya misalnya korban jiwa dan harta. Masalah tidak langsungnya misalnya mewabahnya berbagai penyakit, seperti malaria, demam berdarah, muntaber dll.
Sekarang kita beralih ke masalah eksploitasi energi. Saat ini Indonesia misalnya masih sangat bergantung pada sumber energi minyak bumi. Ini yang menjelaskan betapa hebohnya pemerintah dan masyarakat akibat masalah minyak. Pemerintah bingung menutupi anggaran belanja negara, karena besarnya pengeluaran untuk impor minyak. Masyarakat bingung sebab kenaikan harga minyak memililiki efek berantai pada kenaikan harga barang-barang di lapangan.
Yang ingin saya tekankan di sini adalah bahwa penggunaan minyak dari sisi lingkungan, dan lebih spesifiknya sisi komposisi udara di atmosfir, berarti peningkatan gas carbon dioxida (CO2). Gas ini, bersama lima jenis gas lain diketahui menjadi penyebab terjadinya efek pemanasan global (global warming). Diperkirakan diantara tahun 1990-2100 akan terjadi kenaikan rata-rata suhu global sekitar 1,4 sampai 5,8 derajat celsius. Akibatnya akan terjadi kenaikan rata-rata permukaan air laut disebabkan mencairnya gunung-gunung es di kutub. Banyak kawasan di dunia akan terendam air laut. Akan terjadi perubahan iklim global. Hujan dan banjir akan meningkat. Wabah beberapa penyakit akan meningkat pula. Produksi tumbuhan pangan pun terganggu. Pendek kata akan terjadi pengaruh besar bagi kelangsungan hidup manusia.
Para peneliti dan ilmuwan yang bergerak di bidang lingkungan sudah sangat ngeri membayangkan bencana besar yang akan melanda umat manusia. Yang jadi masalah, kesadaran akan permasalahan lingkungan ini belum merata di tengah umat manusia. Ini akan lebih jelas lagi kalau melihat tingkat kesadaran masyakat di negara berkembang. Jangankan masyarakat umum, di kalangan pemimpin pun kesadaran masalah lingkungan ini masih belum merata.
Di tengah kondisi di atas dimulailah prakarsa-prakarsa pro-lingkungan pada tingkat global. Kyoto Protokol adalah konvensi yang masih cukup hangat dan masih akan diberlakukan secara efektif mulai tahun 2007. Isi utama Protokol ini adalah upaya pengurangan emisi enam gas yang mengakibatkan kenaikan suhu global. Pada tahun 2008-2012 akan diadakan pengukuran sistematis balance pengeluaran dan penyerapan gas-gas ini pada semua negara yang telah menandatangani Protokol ini.
Contoh, Penyebab dan Dampak Lingkungan Global
  1. Pemanasan Global : Pemanasan Global / Global Warming pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperature global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca yang disebabkan oleh meningkatnya emesi gas karbondioksida, metana, dinitrooksida, dan CFC sehingga energy matahari tertangkap dalam atmosfer bumi. Dampak bagi lingkungan biogeofisik : pelelehan es di kutub, kenaikan mutu air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna, migrasi fauna dan hama penyakit. Dampak bagi aktiitas sosial ekonomi masyarakat: gangguan pada pesisir dan kota pantai, gangguang terhadap prasarana fungsi jalan, pelabuhan dan bandara. Gangguan terhadap pemukiman penduduk, ganggungan produktifitas pertanian. Peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit
  2. Penipisan Lapisan Ozon : dalam lapisan statosfer pengaruh radiasi ultraviolet, CFC terurai dan membebaskan atom klor. Klor akan mempercepat penguraia ozon menjadi gas oksigen yang mengakibatkan efek rumah kaca. Beberapa atom lain yang mengandung brom seperti metal bromide dan halon juga ikut memeperbesar penguraian ozon. Dampak bagi makhluk hidup: lebih banyak kasus kanker kulit melanoma yang bisa menyebabkan kematian, meningkatkan kasus katarak pada mata dan kanker mata, menghambat daya kebal pada manusia (imun), penurunan produksi tanaman jagung, kenaikan suhu udara dan kematian pada hewan liar, dll.
  3. Hujan Asam : Proses revolusi industri mengakibatkan timbulnya zat pencemaran udara. Pencemaran udara tersebut bisa bereaksi air hujan dan turun menjadi senyawa asam. Dampaknya : proses korosi menjadi lebih cepat, iritasi pada kulit, sistem pernafasan, menyebabkan pengasaman pada tanah.
  4. Pertumbuhan populasi : pertambahan penduduk duia yang mengikuti pertumbuhan secara ekponsial merupakan permasalahan lingkungan. Dampaknya: terjadinya pertumbuhan penduduk akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan sumber daya alam dan ruang.
  5. Desertifikasi : merupakan penggurunan, menurunkan kempampuan daratan. Pada proses desertifikasi terjadi proses pengurangan produktifitas yang secara bertahap dan penipisan lahan bagian atas karena aktivitas manusia dan iklim yang bervariasi seperti kekeringan dan banjir. Dampak : awalnya berdampak local namun sekarang isu lingkungan sudah berdampak global dan menyebabkan semakin meningkatnya lahan kritis di muka bumi sehingga penangkap CO2 menjadi semakin berkurang.
  6. Penurunan keaneragaman hayati : adalah keaneragaman jenis spesies makhluk hidup. Tidak hanya mewakili jumlah atau sepsis di suatu wilayah, meliputi keunikan spesies, gen serta ekosistem yang merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Dampaknya: karena keaneragaman hayati ini memeliki potensi yang besar bagi manusia baik dalam kesehatan, pangan maupun ekonomi
  7. Pencemaran limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun): bahan yang diindentifikasi memiliki bahan kimia satu atau lebih dari karasteristik mudah meledak, mudah terbakar, bersifai reaktif, beracun, penyabab infeksi, bersifat korosif. Dampak : dulunya hanya bersifat lokal namun sekarang antar negara pun melakukan proses pertukaran dan limbanya di buang di laut lepas. Dan jika itu semua terjadi maka limbah bahan berbahaya dan beracun dapat bersifat akut sampai kematian makhluk hidup.
 dikutip dari http://www.hpli.org/isu.php




Thursday, March 28, 2013